Perekayasa BPPT kembali menorehkan prestasi melalui kegiatan kerekayasaannya. Adalah Sutardjo, perekayasa madya dari Pusat Teknologi Produksi Pertanian yang berhasil meraih penghargaan sebagai Perintis Inovasi Teknologi Perkebunan pada acara Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP) II 2011.
Berawal ketika saya mendapat tugas untuk membangun Tanah Papua di awal tahun 80an dalam bidang pertanian, utamanya pengembangan kopi. Sampai akhirnya tanaman kopi di daerah Jaya Wijaya tersebut berhasil diekspor ke luar negeri, yaitu Amerika dan Eropa. Selain itu jenis kopi yang kami kembangkan tersebut bahkan dipakai juga oleh sebuah franchise kedai kopi ternama di dunia, jelas Sutardjo saat diwawancara perihal keberhasilannya meraih penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Pertanian tersebut 14 Oktober lalu.
Rintisan kegiatannya sejak tahun 80-an itu senada dengan pernyataan Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang mengatakan bahwa kegiatan litbang diharapkan mampu segera menghasilkan berbagai cara untuk memecahkan permasalahan. Kita bisa pahami bahwa tidak semua kegiatan litbang bersifat Quick Yielding. Inovasi bukanlah sebuah produk instan. Teknologi dibangun melalui usaha yang sistematis, terencana dan fokus, dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada, serta peluang dan masalah yang mungkin timbul di masa depan, ungkapnya pada acara ENIP II 2011.
Pria yang juga sempat meraih penghargaan Satya Lancana Pembangunan itu pun menambahkan bahwa kala itu tidak mudah untuk merintis perkebunan kopi di Papua. Selain karena masyarakat setempat belum mengenal produksi kopi, mereka juga terkendala dengan kondisi lahan yang berupa lereng gunung. Oleh karena itu saya mencoba memberikan solusi dengan menanam kopi yang disekelilingnya dinaungi oleh pohon cemara. Hal itu mengandung sebuah konsep bahwa selain kita dapat melakukan konservasi lahan melalui pohon cemara, kopi yang dihasilkan pun dapat memberikan penghasilan bagi masyarakat setempat, kenang Sutardjo.
Kopi yang dikembangkan olehnya kala itu berupa kopi organik, dimana pengembangannya tidak mengandung unsur pestisida sama sekali. Rasanya memiliki kekhasan tersendiri, aromanya kuat, cita rasa arabikanya terasa, bahkan ada sedikit rasa coklat di dalamnya. Tak heran jika kopi papua tersebut dilirik oleh pasar Eropa dan Amerika, jelasnya.
Program pengembangan kopi ini tidak terhenti hanya di Papua saja. Ia juga mengembangkan kopi Papua di beberapa daerah lainnya seperti Sumedang, Sukabumi dan Cianjur Selatan. Saya berharap kedepannya program seperti ini mendapat dukungan pemerintah, karena selain menghasilkan seuatu kita juga dapat menjaga kelestarian alam". (SYRA/humas)
0 Comments